Laporan
Riemantono
dari Milano
http://www.bolanews.com/edisi-cetak/italia.htm
Si Gioca!
Pencinta sepakbola di Italia akhirnya dapat berseru: Si Gioca! Ya, akhirnya kompetisi sepakbola Serie A dan Serie B dapat kembali dimainkan.
Pekan lalu, salah satu kompetisi bergengsi di dunia itu dihentikan setelah kerusuhan yang terjadi dalam laga Catania kontra Palermo (2/2). Kerusuhan di Stadio Massimino Catania itu menewaskan seorang polisi.
Rabu lalu, setelah federasi sepakbola Italia (FIGC), Lega Calcio, dan pemerintah bertemu, diputuskan bahwa campionato d’Italia berputar kembali mulai 11 Februari ini.
Sebelumnya banyak tifosi yang ditemui BOLA di Milano dan Roma yang yakin Serie A dan B akan istirahat setidaknya beberapa pekan. Kompetisi sepakbola Italia ternyata hanya istirahat satu pekan. Keputusan ini tidak lepas dari desakan klub-klub dan sponsor.
Menurut pemilik sekaligus presiden Inter, Massimo Moratti, perekonomian Italia mengalami kerugian yang tidak sedikit gara-gara kompetisi dihentikan.
Kerugian 37 Juta
Moratti dan beberapa bos klub lain menyebut bahwa tanpa satu pertandingan saja klub mengalami kerugian mencapai sekitar 37 juta euro atau sekitar 434 miliar rupiah.
Di Italia sepakbola adalah industri. Karena itu, ketika giornata 22 ditunda, salah satu sektor industri terbaik di Negeri Semenanjung ini langsung lumpuh. Tidak sedikit jumlah uang yang mesti dikembalikan klub-klub atau agen penjualan tiket kepada biro wisata karena pertandingan dibatalkan.
Serie A tidak hanya disaksikan langsung oleh orang Italia. Pekan lalu, suporter dari berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia datang ke Milano untuk melihat duel bergengsi Inter kontra Roma di Giuseppe Meazza. Karena masalah waktu, mereka tak bisa terus tinggal di Kota Mode.
Tifosi asal Indonesia yang mengikuti program Panasonic Big Ball Campaign mendapatkan tiket bernilai 105 euro. Peserta program ini berjumlah 12 orang. Jadi, klub mesti mengembalikan 1.260 euro untuk pembelian dari peserta Panasonic Big Ball Campaign. Itu baru contoh kecil.
70 Miliar Sehari!
Kerugian yang diderita Italia ketika sepakbola dihentikan karena tragedi derby Sisilia mencapai angka yang tidak main-main. Hal ini disebabkan calcio sudah menjadi salah satu industri paling besar di Italia.
Manajer Umum Sampdoria, Beppe Marotta, mengungkapkan bahwa penghentian pertandingan merugikan klub 6 juta euro (lebih dari 70 miliar rupiah) sehari!
“Klub adalah perusahaan finansial yang bergantung pada pemasukan dari hak siar televisi. Skorsing ini menyebabkan problem manajerial yang serius,” kata Marotta.
Imbasnya dirasakan langsung oleh Italia. Calcio memberi pemasukan sekitar 6 miliar euro setahun. Itu hampir 0,5% dari total GDP (gross domestic product) Italia.
Serie A saja diperkirakan memiliki market value 1,4 miliar euro. Masyarakat Italia juga mengucurkan 340 juta euro untuk membeli saham Roma, Lazio, dan Juventus. Belum lagi masalah totocalcio atau taruhan legal.
Karena penghentian kompetisi, pemerintah Italia kehilangan 3,1 juta euro hasil pajak dari taruhan legal setiap pekan. Rumah taruhan kehilangan 5,9 juta euro setiap minggu jika tidak ada pertandingan yang digelar.
Tidak heran jika skorsing kompetisi setelah kasus derby Sisilia tidak bisa lama. Terlalu banyak yang harus dibayar Italia jika kompetisi tak kunjung bergulir.
Dikirim ke Irak Saja
Empat hari setelah tragedi di Catania, media-media di Italia termasuk koran nonolahraga masih menampilkan masalah kerusuhan tifosi sebagai topik utama di halaman depan mereka. Hal sama juga terjadi di stasiun-stasiun televisi.
Dalam acara diskusi sepakbola bertajuk Processo di Biscardi di stasiun televisi Italia 7 Gold pada Senin (5/2), semua peserta sepakat mengatakan bahwa apa yang terjadi di Stadio Massimino pada pekan lalu adalah seperti perang.
Processo di Biscardi pada Senin lalu di antaranya diikuti Maurizio Zamparini (Presiden Palermo), Roberto Castelli (senator), Beppe Materazzi (pelatih), Carlo Taormina (advokat), dan Massimo Maffei (Direktur Radio Corriere TV).
Salah satu komentar menarik dalam acara yang dipandu Aldo Biscardi ini muncul dari Maffei. Ia mengatakan bahwa tifosi yang melakukan aksi kekerasan pada pekan lalu atau juga yang membuat kerusuhan di masa depan sebaiknya dikirim ke Irak saja.
Pada November 2003, 25 tentara Italia yang dikirim ke Irak untuk mengikuti misi perdamaian PBB tewas dalam sebuah serangan bom. Ide Maffei rasanya sangat jitu untuk membuat tifosi berpikir ulang seribu kali sebelum melakukan aksi kekerasan.
Peraturan untuk Dilanggar
Judul di atas bukan contoh yang baik. Tapi, faktanya itulah yang terjadi di Italia. Seperti di Inggris, Negeri Semenanjung ini juga memiliki peraturan soal kerusuhan tifosi. Hanya saja masalah kultur yang membuat Italia tak seperti Inggris. Negeri Piza tidak sukses meredam hooliganism.
“Sebenarnya peraturan soal tifosi dan kerusuhan penonton sepakbola di sini tak berbeda dengan seperti yang ada di Inggris. Tapi, di sini peraturan kurang dihormati,” ujar Andrea, tifoso Juventus yang tinggal dan bekerja di Milano, kepada BOLA.
Ah, peraturan dibuat untuk dilanggar, seperti di Indonesia.
Ultras Diharamkan
Salah satu agenda pertemuan yang digelar federasi sepakbola Italia (FIGC), Lega Calcio, dan pemerintah Italia pada Rabu (7/2) adalah membahas masalah tifosi. Sekarang tifosi di Italia tidak akan mudah lagi masuk ke stadion.
“Porte Chiuse contro gli ultra (pintu tertutup bagi kelompok ultra)”, demikian yang ditulis harian umum La Repubblica pada Selasa (6/2). Ultra adalah kelompok suporter garis keras. Mereka ini yang sering membuat suasana pertandingan menjadi panas.
Di Italia, sebagian besar kelompok suporter identik dengan gerakan politis. Contohnya adalah kelompok Viking Irriducibili (Inter) beraliran sayap kanan ekstrem. Di Juventus, kelompok Nucleo Bianconero Fighters beraliran sayap kiri ekstrem.
Beberapa poin penting lain dalam peraturan baru adalah pengurangan jumlah tifosi dari tim yang bertandang, klub yang menggelar pertandingan tak boleh menjual tiket secara langsung maupun tidak langsung kepada suporter tamu, dan satu orang tak boleh membeli lebih dari 10 tiket.
Hal paling penting adalah tiket yang sudah dipesan untuk laga musim ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Jadi, tifosi yang ingin membeli tiket mesti menjalani pendataan ulang.
Tifosi yang terbukti terlibat dalam kerusuhan baik secara langsung maupun tidak akan mendapat hukuman yang lebih berat. Para perusuh tidak boleh masuk ke stadion selama tujuh tahun dan hukuman penjara enam bulan sampai tiga tahun.
Riemantono
dari Milano
http://www.bolanews.com/edisi-cetak/italia.htm
Si Gioca!
Pencinta sepakbola di Italia akhirnya dapat berseru: Si Gioca! Ya, akhirnya kompetisi sepakbola Serie A dan Serie B dapat kembali dimainkan.
Pekan lalu, salah satu kompetisi bergengsi di dunia itu dihentikan setelah kerusuhan yang terjadi dalam laga Catania kontra Palermo (2/2). Kerusuhan di Stadio Massimino Catania itu menewaskan seorang polisi.
Rabu lalu, setelah federasi sepakbola Italia (FIGC), Lega Calcio, dan pemerintah bertemu, diputuskan bahwa campionato d’Italia berputar kembali mulai 11 Februari ini.
Sebelumnya banyak tifosi yang ditemui BOLA di Milano dan Roma yang yakin Serie A dan B akan istirahat setidaknya beberapa pekan. Kompetisi sepakbola Italia ternyata hanya istirahat satu pekan. Keputusan ini tidak lepas dari desakan klub-klub dan sponsor.
Menurut pemilik sekaligus presiden Inter, Massimo Moratti, perekonomian Italia mengalami kerugian yang tidak sedikit gara-gara kompetisi dihentikan.
Kerugian 37 Juta
Moratti dan beberapa bos klub lain menyebut bahwa tanpa satu pertandingan saja klub mengalami kerugian mencapai sekitar 37 juta euro atau sekitar 434 miliar rupiah.
Di Italia sepakbola adalah industri. Karena itu, ketika giornata 22 ditunda, salah satu sektor industri terbaik di Negeri Semenanjung ini langsung lumpuh. Tidak sedikit jumlah uang yang mesti dikembalikan klub-klub atau agen penjualan tiket kepada biro wisata karena pertandingan dibatalkan.
Serie A tidak hanya disaksikan langsung oleh orang Italia. Pekan lalu, suporter dari berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia datang ke Milano untuk melihat duel bergengsi Inter kontra Roma di Giuseppe Meazza. Karena masalah waktu, mereka tak bisa terus tinggal di Kota Mode.
Tifosi asal Indonesia yang mengikuti program Panasonic Big Ball Campaign mendapatkan tiket bernilai 105 euro. Peserta program ini berjumlah 12 orang. Jadi, klub mesti mengembalikan 1.260 euro untuk pembelian dari peserta Panasonic Big Ball Campaign. Itu baru contoh kecil.
70 Miliar Sehari!
Kerugian yang diderita Italia ketika sepakbola dihentikan karena tragedi derby Sisilia mencapai angka yang tidak main-main. Hal ini disebabkan calcio sudah menjadi salah satu industri paling besar di Italia.
Manajer Umum Sampdoria, Beppe Marotta, mengungkapkan bahwa penghentian pertandingan merugikan klub 6 juta euro (lebih dari 70 miliar rupiah) sehari!
“Klub adalah perusahaan finansial yang bergantung pada pemasukan dari hak siar televisi. Skorsing ini menyebabkan problem manajerial yang serius,” kata Marotta.
Imbasnya dirasakan langsung oleh Italia. Calcio memberi pemasukan sekitar 6 miliar euro setahun. Itu hampir 0,5% dari total GDP (gross domestic product) Italia.
Serie A saja diperkirakan memiliki market value 1,4 miliar euro. Masyarakat Italia juga mengucurkan 340 juta euro untuk membeli saham Roma, Lazio, dan Juventus. Belum lagi masalah totocalcio atau taruhan legal.
Karena penghentian kompetisi, pemerintah Italia kehilangan 3,1 juta euro hasil pajak dari taruhan legal setiap pekan. Rumah taruhan kehilangan 5,9 juta euro setiap minggu jika tidak ada pertandingan yang digelar.
Tidak heran jika skorsing kompetisi setelah kasus derby Sisilia tidak bisa lama. Terlalu banyak yang harus dibayar Italia jika kompetisi tak kunjung bergulir.
Dikirim ke Irak Saja
Empat hari setelah tragedi di Catania, media-media di Italia termasuk koran nonolahraga masih menampilkan masalah kerusuhan tifosi sebagai topik utama di halaman depan mereka. Hal sama juga terjadi di stasiun-stasiun televisi.
Dalam acara diskusi sepakbola bertajuk Processo di Biscardi di stasiun televisi Italia 7 Gold pada Senin (5/2), semua peserta sepakat mengatakan bahwa apa yang terjadi di Stadio Massimino pada pekan lalu adalah seperti perang.
Processo di Biscardi pada Senin lalu di antaranya diikuti Maurizio Zamparini (Presiden Palermo), Roberto Castelli (senator), Beppe Materazzi (pelatih), Carlo Taormina (advokat), dan Massimo Maffei (Direktur Radio Corriere TV).
Salah satu komentar menarik dalam acara yang dipandu Aldo Biscardi ini muncul dari Maffei. Ia mengatakan bahwa tifosi yang melakukan aksi kekerasan pada pekan lalu atau juga yang membuat kerusuhan di masa depan sebaiknya dikirim ke Irak saja.
Pada November 2003, 25 tentara Italia yang dikirim ke Irak untuk mengikuti misi perdamaian PBB tewas dalam sebuah serangan bom. Ide Maffei rasanya sangat jitu untuk membuat tifosi berpikir ulang seribu kali sebelum melakukan aksi kekerasan.
Peraturan untuk Dilanggar
Judul di atas bukan contoh yang baik. Tapi, faktanya itulah yang terjadi di Italia. Seperti di Inggris, Negeri Semenanjung ini juga memiliki peraturan soal kerusuhan tifosi. Hanya saja masalah kultur yang membuat Italia tak seperti Inggris. Negeri Piza tidak sukses meredam hooliganism.
“Sebenarnya peraturan soal tifosi dan kerusuhan penonton sepakbola di sini tak berbeda dengan seperti yang ada di Inggris. Tapi, di sini peraturan kurang dihormati,” ujar Andrea, tifoso Juventus yang tinggal dan bekerja di Milano, kepada BOLA.
Ah, peraturan dibuat untuk dilanggar, seperti di Indonesia.
Ultras Diharamkan
Salah satu agenda pertemuan yang digelar federasi sepakbola Italia (FIGC), Lega Calcio, dan pemerintah Italia pada Rabu (7/2) adalah membahas masalah tifosi. Sekarang tifosi di Italia tidak akan mudah lagi masuk ke stadion.
“Porte Chiuse contro gli ultra (pintu tertutup bagi kelompok ultra)”, demikian yang ditulis harian umum La Repubblica pada Selasa (6/2). Ultra adalah kelompok suporter garis keras. Mereka ini yang sering membuat suasana pertandingan menjadi panas.
Di Italia, sebagian besar kelompok suporter identik dengan gerakan politis. Contohnya adalah kelompok Viking Irriducibili (Inter) beraliran sayap kanan ekstrem. Di Juventus, kelompok Nucleo Bianconero Fighters beraliran sayap kiri ekstrem.
Beberapa poin penting lain dalam peraturan baru adalah pengurangan jumlah tifosi dari tim yang bertandang, klub yang menggelar pertandingan tak boleh menjual tiket secara langsung maupun tidak langsung kepada suporter tamu, dan satu orang tak boleh membeli lebih dari 10 tiket.
Hal paling penting adalah tiket yang sudah dipesan untuk laga musim ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Jadi, tifosi yang ingin membeli tiket mesti menjalani pendataan ulang.
Tifosi yang terbukti terlibat dalam kerusuhan baik secara langsung maupun tidak akan mendapat hukuman yang lebih berat. Para perusuh tidak boleh masuk ke stadion selama tujuh tahun dan hukuman penjara enam bulan sampai tiga tahun.
0 comments:
Post a Comment