Pada zaman dulu di negara Persia terdapat keluarga Syeh Maulana Maghribi, dengan istrinya bernama Nyi Samsiyah. Keluarga itu mempunyai anak laki-laki, bernama Abdurrahman. Pekerjaan sehari-hari sebagai pedagang, yang mengedarkan barang dagangan ke pelosok-pelosok desa. Disamping berdagang, beliau juga menyebarkan agama Islam di daerah yang dilalui. Karena pekerjaannya sebagai seorang pedagang dan juga sebagai penyebar agama Islam, beliau mendapat nama lakofan (julukan) Maulana Maghribi yang artinya seorang musyafir yang menyebarkan agama Islam. Adapun siapa nama asli Maulana Maghribi, sayang tidak ada yang tahu.
Pada suatu ketika Syeh Maulana Maghribi pergi ke tanah Jawa, untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam. Bertahun-tahun beliau di tanah Jawa, tanpa memberi kabar istrinya. Karena rindu kepada ayahnya, setiap malam Abdurrahman selalu menangis. Nyi Samsiyah kebingungan melihat putranya itu, maka beliau bertekad menyusul suaminya ke tanah Jawa. Dengan menumpang kapal layar, berangkatlah Nyi Samsiyah bersama putranya menuju tanah Jawa. Turunlah Nyi Samsiyah bersama putranya di pelabuhan Cirebon, kemudian dicari rumah penduduk untuk tempat menginap. Di tempat yang baru itu Nyi Samsiyah kebingungan mencari keberadaan suaminya. Karena takut meneruskan perjalanan, beliau memutuskan sementara tinggal di Cirebon.
Syahdan pada suatu malam Sunan Gunungjati pulang dari mengajar mengaji, dan lewat di depan penginapan Nyi Samsiyah. Beliau merasa iba mendengar suara tangis anak kecil yang selalu menanyakan ayahnya. Beliau mendatangi rumah penginapan Nyi syamsiyah, menanyakan sebab anaknya menangis. Mendengar cerita Nyi Samsiyah, sangatlah terharu hati Sunan Gunungjati. Pada malam hari itu juga, diajaknya ibu dan anak itu untuk tinggal di rumahnya. Beliau berjanji, akan ikut membantu mencari keberadaan suaminya. Pada suatu hari Sunan Gunung Jati mendapat undangan dari Demak, guna menghadiri musyawarah para wali yang merencanakan pendirian kraton dan masjid Demak. Berangkatlah beliau ke Demak, dengan mengajak Nyi Samsiyah dan putranya.
Selama berada di Demak, mereka diberi tugas menanak nasi untuk makan para santri yang bekerja membuat masjid. Sedangkan Abdurrahman diberi tugas mengumpulkan kayu tatal, yang digunakan untuk menanak nasi. Sunan Kalijaga tertarik melihat ketekunan ibu dan anak itu, dalam bekerja, menyediakan makanan bagi para pekerja. Juga melihat sorot mata Abdurrahman, Sunan Kalijaga tahu bahwa anak itu memiliki suatu kelebihan. Karena itu beliau ingin mencoba, sampai dimana ketekunan Abdurrahman melaksanakan tugas yang diberikan. Beliau kemudian memberi tugas Abdurrahman untuk memukul bende, tanda para santri harus melaksanakan sholat atau istirahat.
Ternyata dalam memukul bende dia tidak menggunakan kayu, tetapi hanya menggunakan kepalan tangan (bahasa Jawa : diganjur). Walau menggunakan kepalan tangan, tetapi suaranya dapat terdengar sampai jauh. Dengan kelebihan itu, Abdurrahman diberi nama julukan Ganjur.
Pada suatu hari Sunan kalijaga ingin menguji lagi, tentang kelebihan yang dimiliki Abdurrahman. Disuruhnya Abdurrahman menunjukkan arah kiblat, yang akan dijadikan patokan pendirian masjid. Dengan tidak merasa ragu, ditunjuknya arah kiblat masjid dengan benar. Sebenarnya Sunan Kalijaga sudah tahu arah kiblat seperti yang ditunjuk Abdurrahman, tetapi hal itu hanya merupakan ujian terhadapnya. Konon cerita para santri kesulitan memasukkan purus tiang pada lubang blandar. Sudah beberapa kali dicoba, tetapi purus sulit masuk ke dalam lubang. Aburrahman kemudian naik ke atas, dan memukul blandar tersebut menggunakan tangan. Ternyata dengan sekali pukul, purus tersebut dapat masuk ke dalam lubang blandar.
Pada tahun 1479 masjid Demak selesai dikerjakan, ditandai dengan relief berbentuk bulus. Bila relief gambar bulus diuraikan, mempunyai arti :
Kepala bulus berarti angka satu …………............. (1)
Kaki empat berarti angka empat ….…................. (4)
Badab bulus berarti angka nol …………................. (0)
Ekor bulus berarti angka satu ……………............. (1)
Jadi relief gambar bulus itulah yang diambil sebagai pedoman oleh para ahli sekarang ini, bahwa telah selesai dibangun serta digunakan masjid Demak itu diyakini tahun 1401 Saka, atau tahun 1479 Masehi.
Setelah masjid Demak selesai dibangun, atas hasil musyawarah para wali maka Abdurrahman Ganjur diberi tugas menjadi Magersari masjid. Walau masih kecil, Abdurrahman sudah cekatan melaksanakan tugas. Sambil melaksanakan tugas, Abdurrahman juga tekun belajar mengaji kepada Sunan Kalijaga. Sedangkan pada malam hari Aburrahman belajar mengaji kepada ibunya, guna mempelajari kitab kuning yang dibawanya dari Persia dulu. Dengan belajar mengaji dari Sunan Kalijaga dan ibunya, maka pengetahuan agama yang dimiliki melebihi para santri yang belajar lebih dulu. Karena itu ketika sedang melaksanakan tugas sebagai magersari masjid, kadang dia juga mengajar mengaji kepada para santri yang baru datang untuk belajar. Karena itu kebanyakan para santri memanggilnya kyai, atau lengkapnya Kyai Abdurrahman Ganjur. Nama Ganjur itu sendiri sebenarnya merupakan julukan, yang diberikan para santri waktu mendirikan masjid Demak. Hingga bertahun-tahun Abdurrahman bertugas sebagai magersari masjid, hingga sampai menginjak pada usia remaja.
Repost:
http://heruhardono.blogspot.com/2009/12/abdurrahman-ganjur-1.html
0 comments:
Post a Comment