Popular Post

Sugeng Rawuh ---> Welcome ---> Ahlan wa Sahlan ---> Selamat Datang di Ngroto,Gubug,Grobogan
CahNgroto.NET

Sunday, January 21, 2007

Finish, Mr. Withe!


Catatan Ringan Ian Situmorang
Finish, Mr. Withe!
Segala sesuatu harus berakhir untuk memulai lagi yang baru. Apa pun bentuknya, hal-hal baru selalu membawa harapan berbeda ketimbang yang berlaku sebelumnya. Kesabaran memang sangat dibutuhkan, tapi jika terlalu lama menunggu bisa diartikan tidak kreatif. Orang yang ogah menerima perubahan justru akan terlindas oleh sikap statis itu sendiri. Pelatih tim sepakbola nasional kita, Peter Withe, mengungkapkan perasaannya. Sehari menjelang pertandingan menentukan Indonesia vs Singapura di Piala AFF, ia menuding pers Indonesia selalu berpikir negatif. Tentu itu dari sudut padang Withe, yang dikontrak sebagai pelatih timnas sejak Maret 2004. Kehadirnya diyakini akan membawa sepakbola Indonesia menjadi yang terbaik di lingkup Asia Tenggara. Mungkin saja Withe lupa bahwa peran pers adalah alat kontrol sosial yang merupakan corong opini publik. Mana mungkin pers menuntut macam-macam jika tugasnya untuk mengantarkan timnas berprestasi di tingkat internasional berjalan dengan baik. Pembaca, mungkin pria asal Inggris ini tak sadar bahwa kontrak kerjanya bukan asal teken tanpa hak dan kewajiban. Haknya berupa materi sesuai dengan kontrak secara teratur masuk ke rekening pribadinya. Menurut saya, sangatlah tidak bijaksana menuding wartawan negative thinking, sementara kewajiban Peter hanya berbuah hasil negatif. Jika mau jujur, silakan tunjukkan raihan prestasi yang telah dibukukan dalam kurun waktu hampir tiga tahun ini. Apa yang telah diberikan Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, dalam bentuk materi maupun kesempatan, rasanya sudah lebih dari cukup. Berbagai kegagalan berkali-kali ditoleransi. Begitu juga tuntutan biaya yang tidak sedikit untuk persiapan tim.

***
Puncak dari kegalauan selama penantian terjadi di Singapura. Pada Piala AFF kita tersingkir secara menyakitkan. Target juara hanyalah impian hampa yang selama ini ditiupkan. Sudahlah, teori apa yang bisa membenarkan bahwa Peter Withe masih pantas dipertahankan melatih timnas Indonesia? Tanpa Peter, Indonesia melaju ke final Piala AFF yang dulu bernama Piala Tiger 2000, 2002. Kemudian di tangan bekas pelatih timnas Thailand ini Ponaryo Astaman cs. ke final 2004, tapi gagal jadi juara karena dikalahkan Singapura. Seiring perjalanan waktu, pengetahuan dan pemahaman kultur Indonesia ternyata tak jua memberi hasil memuaskan. Jangankan memeluk mahkota juara, lolos ke semifinal saja tak mampu. Do you still have a reason for this failure, Mr. Withe? Apakah kemerosotan prestasi sepakbola kita merupakan bagian dari identitas bangsa ini? Boleh jadi Peter tak pernah mau belajar dari pengalaman sehingga tak kuasa memberi sentuhan positif bagi kemajuan sepakbola kita. Keluhannya tentang kritik orang bola di Indonesia yang dianggap tak mendukung hanyalah alasan basi. Pelatih berkualitas tidak mungkin runtuh hanya karena dikritik. Seharusnya ia menjawabnya dengan bekerja keras dan memberi hasil terbaik lewat pemain berkualitas pilihannya sendiri. Finish! Tak ada lagi tempat bagi Peter Withe dan asistennya yang putranya sendiri, Jason, di timnas. Terima kasih atas usahanya membangun persepakbolaan Indonesia selama hampir tiga tahun. Tapi, untuk memberi kesempatan berkarya lagi, no way! Betul, satu kegagalan bukan berarti menghancurkan semua harapan. Namun, satu kegagalan yang diikuti mata rantai kegagalan berikutnya akan berdampak buruk yang lebih kelam lagi. Sebelum itu terjadi, sebaiknya ambil langkah bijaksana dengan menyebut: Goodbye, Peter Withe.

***
Dalam setiap kegagalan terselip hikmah. Nah, terserah kepada petinggi PSSI untuk menemukan hikmah itu dan menjadikannya sesuatu yang berguna. Sebab, kita tahu bahwa Piala AFF hanyalah sasaran antara, sedangkan target besar adalah Piala Asia. Grup D Piala Asia berlangsung di Indonesia, yang melibatkan Korsel, Arab Saudi, dan Bahrain. Bahkan perebutan tempat ketiga diadakan di Palembang dan final di Stadion Gelora Bung Karno, 29 Juli. Kerangka timnas sudah ada, tak perlu lagi keluar dari kondisi saat ini. Yang mungkin dapat dilakukan adalah peningkatan intensitas latihan dan uji coba sekaligus memadukan kerja sama secara tim. Apakah tidak mungkin merombak sebuah kerangka? Segala sesuatu bisa terjadi. Hanya saja urusan teknis sebaiknya diserahkan kepada pelatih sebagai penanggung jawab terdepan. Bukan berarti PSSI tinggal diam, setidaknya dalam masa persiapan, termasuk agenda try-out. Menurut pengalaman, beberapa langkah yang diambil pelatih tidak sesuai dengan target. Mau mengikuti kejuaraan di wilayah Asia, tapi malah berlatih dan bertanding di Eropa yang memiliki budaya dan karakter permainan sangat berbeda. Jika sampai pada pemilihan pelatih, apakah lokal atau asing, perlu ada rembukan dan kata bulat dari petinggi PSSI. Lebih baik mencari pelatih internasional yang dibayar mahal untuk short term ketimbang pelatih medioker untuk long term tapi tak memuaskan. Tindakan apa yang akan ditempuh, semua kembali pada cetak biru PSSI menuju Piala Asia. Jika targetnya timnas jangka panjang, sebaiknya Piala Asia ditempatkan sebagai sasaran antara dengan mempersiapkan pemain muda berkualitas. Pilih mana, hayo?
ian@bolanews.com

0 comments:

Iris : GGD

And i don't want the world to see me, 'cause i don't think that they'd understand, when everything's made to be broken, i just want you to know who i am,,,

My Project

Recent Post