Sebagai level pemerintahan paling rendah dalam sistem pemerintahan di Indonesia, masing-masing desa memiliki sejarah yang unik. Namun demikian, secara umum, desa-desa di Indonesia memiliki asal-usul yang hampir serupa.
Pada awalnya, struktur desa di suatu daerah dengan desa di daerah lain tidaklah sama. Namanya pun tidak sama. Sebagai contoh, di pulau Sumatra desa dikenal dengan berbagai nama. Di Aceh disebut Gampong, di Sumatera Barat dikenal Nagari, di Sumatra Selatan di sebut Marga, dan lain sebagainya. Desa-desa asli tersebut kemudian disebut sebagai Desa Adat.
Struktur desa yang kita kenal sekarang ini, adalah struktur desa-desa di Pulau Jawa. Sejak terjadi penyeragaman model dan struktur desa, sebagai akibat implementasi UU No. 5 Tahun 1979, Desa Adat kehilangan ciri khasnya.
Ditinjau dari proses terbentuknya sebuah desa, dikelompokkan 2(dua) macam, yakni Desa genealogis dan Desa Teritorial. Desa genealogis terbentuk karena persamaan pertalian darah, sehingga semua penduduk desa tersebut berasal dari keturunan yang sama. Sedang Desa Teritorial, terbentuk karena kesamaan kepentingan.
Menurut UU Nomor 22 Tahun 1999, landasan penyelenggaraan pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. UU Nomor 32 Tahun 2004 pun, menganut prinsip yang sama, yakni keanekaragaman, partisipasi, otonomi desa, demokratisasi, dan pemberdayaan desa.
Walaupun demikian, banyak kalangan yang menyebut bahwa UU No. 32 tahun 2004, khususnya pasal-pasal yang mengatur tentang desa, prinsipnya tidak jauh berbeda dengan prinsip UU No. 5 Tahun 1979. Benarkah demikian?
Sumber pendapatan desa merupakan salah satu unsur yang penting dalam sistem pemerintahan desa. Adanya sumber pendapatan yang jelas, akan memudahkan desa mengelola segala urusan yang menjadi tanggung jawab pemerintah desa.
Untuk dapat menyelenggarakan pemerintahan desa, dibutuhkan pembiayaan. Untuk membiayai operasionalisasi penyelenggaraan pemerintahan Desa dibutuhkan sumber pendapatan desa yang sah. Sumber-sumber pendapatan desa meliputi:
1. Pendapatan Asli Desa, yang meliputi: hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, dan hasil swadaya dan partisipasi.
2. Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota
3. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota
4. Bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Bantuan ini dialokasikan dalam bentuk Alokasi Dana desa (ADD), yang diperhitungkan berdasarkan asas adil dan merata. Adil, dalam arti perhitungannya disesuaikan dengan proporsi beban desa. Merata, artinya semua desa memperoleh bagian yang sama.
5. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga
Agar penyelenggaraan pemerintahan desa dapat terlaksanakan dengan baik dibutuhkan pengelolaan yang benar.
Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Pemerintahan Desa berada di bawah pemerintah kabupaten/kota. Pada masa berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 Desa hanya berada di kabupaten. Seiring dengan perkembangan pemekaran dan penggabungan daerah, Desa dimungkinkan berada pula di kota. Perkembangan terbaru, kecamatan diberi peran kembali mengontrol pemerintah desa. Keadaan ini merupakan rekondisi kembali seperti pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1979.
Untuk menyelenggarakan pemerintahan desa dibutuhkan organisasi pemerintah desa. Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (dahulu disebut Badan Perwakilan Desa). Pemerintah Desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Selain kedua unsur tersebut, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dimungkinkan pula dibentuk lembaga desa lainnya, seperti lembaga adat, lembaga kemasyarakatan, koperasi dan lain sebagainya.
Masa jabatan kepala desa: 6 tahun, dan dapat dipilih satu kali lagi dalam masa jabatan berikutnya.
Anggota BPD : tidak dipilih namun ditetapkan berdasarkan musyawarah dan mufakat.
Peraturan Desa ditetapkan oleh kepala desa bersama BPD. Peraturan Desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa. Pada dasarnya Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Peraturan Desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan Desa pada hakikatnya merupakan kebijakan desa yang bersangkutan.
Kerjasama antar desa merupakan hal yang penting dalam sistem pemerintahan desa. Hal ini sejalan dengan telah direvisinya UU No. 22 tahun 1999 dengan UU No. 32 Tahun 2004.
Menurut UU No. 32 tahun 2004, desa didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yuridiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui oleh NKRI dan berada di kabupaten dan kota.
Perbedaan antara desa menueur UU No. 22 tahun 1999 dengan UU No. 32 Tahun 2004 adalah diantaranya adalah mengenai pentingnya batas desa.
Penegasan batas desa amat penting, karena biasanya batas desa dapat memicu terjadinya konflik antar desa. Agar tidak terjadi konflik antar desa, yang berkaitan dengan batas desa, maka kerjasama antar desa perlu dibangun.
Defenisi kerjasama--
Menurut Pamudji, kerjasama pada hakikatnya mengindikasikan adanya dua pihak atau lebih yang berinteraksi atau menjalin hubungan-hubungan yang bersifat dinamis untuk mencapai tujuan bersama.
Unsur dua pihak atau lebih biasanya menggambarkan suatu himpunan dari kepentingan-kepentingan yang satu sama lain mempengaruhi sehingga berinteraksi untuk mewujudkan suatu tujuan bersama. Kerjasma senantiasa menempatkan pihak-pihak yang berinteraksi pada posisi yang seimbang, serasi dan selaras.
Sistem pemerintahan desa adat di Indonesia beragam bentuknya, antara desa yang satu dengan yang lainnya memiliki keunikan tersendiri. Sebagaimana misalnya di dalam pengangkatan kepala desa, untuk wilayah kesultanan Yogyakarta berbeda dengan sistem pengangkatan di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Walaupun demikian, sistem semacam itu diakui sebagai bagian dari keanekaragaman penyelenggaraan pemerintahan desa.
Demikian pula untuk daerah-daerah lain di Indonesia, masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Contoh-contoh desa adat yang masih eksis keberadaannya sampai saat ini antara lain adalah Nagari di Sumatra Barat,dan Desa Adat Tihiang di Bali. Keanekaragaman satuan-satuan adat tersebut diakui oleh konstitusi. Mungkin pula di daerah Anda, masih terdapat desa adat yang masih berlangsung sebagai sistem pemerintahan.
0 comments:
Post a Comment