Sosialisasi politik merupakan kegiatan komunikasi politik yang tujuannya adalah untuk upaya pelestarian sistem politik. Sosialisasi politik bersifat dinamis karena sangat tergantung dari situasi dan kondisi masyarakat di dalam lingkungan sistem politik.
Dalam modul 5 dijelaskan bahwa tujuan sosialisasi politik adalah untuk transformasi nilai-nilai yang akan menjadi pola keyakinan dan pola kepercayaan yang akan membawa bangsa ke arah kebesaran. Oleh sebab itu ada 3 dimensi untuk melihat tujuan sosialisasi politik yaitu: dimensi psikologis, dimensi ideologis dan dimensi normatif.
Dalam dimensi psikologis ditekankan pembentukan sikap, perilaku dan kepribadian politik. Dimensi psikologis lebih mementingkan tahapan yang berproses, mulai tahapan pengenalan, pemahaman sampai dengan tahapan kematangan politik karena telah berada pada kondisi adaptasi terhadap nilai-nilai yang berlangsung. Selanjutnya adalah tahapan menerima suatu nilai (ideologi) sebagai pola keyakinan, artinya simbol-simbol politik telah diinterpretasi ke dalam simbol-simbol keyakinan yang akan dijadikan pedoman untuk berperilaku. Proses psikologis dan ideologi ini akan terintegrasi ke dalam norma-norma dan kaidah-kaidah sebagai sistem norma yang berlaku.
Dalam proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat atau sebaliknya, maka biasanya proses sosialisasi politik dilakukan oleh agen sosialisasi politik misalnya partai politik yang menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat kepada pemerintah. Dalam menyampaikan informasi makan agen sosialisasi politik berperan merumuskan dan menformulasi informasi sebelum disampaikan kepada komunikan. Sebagai komunikator politik maka partai politik akan menggunakan bahasa yang mudah dipahami masyarakat, dan sebaliknya segala keluhan, aspirasi dan tuntutan masyarakat akan digunakan dalam bahasa teknis untuk disampaikan kepada pemerintah.
Berkaitan dengan sosialisasi politik sebagai kegiatan komunikasi maka menarik juga apa yang dikatakan oleh Effendi Gazali, pengajar komunikasi politik FISIP-UI bahwa sesungguhnya komunikasi politik adalah bagian dari rekonstruksi budaya. Dia membantah anggapan bahwa komunikasi politik diperlukan hanya pada saat-saat pemilu terutama untuk kegiatan kampanye politik saja. Pada kenyataannya dikatakan bahwa komunikasi politik dilihat dalam konteks konstruksi budaya. Disini budaya dilihat sebagai perangkat lunak proses demokrasi dalam pembentukan mental nonfeodal, artinya budaya dapat menumbuhkan rasa memerdulikan pendidikan dan etika politik. Walaupun kita tahu bahwa komunikasi politik pada hakekatnya bertujuan untuk memenangkan pendapat dan dukungan publik, tetapi yang terpenting juga adalah melakukan proses pencerdasan publik dalam berpolitik.
0 comments:
Post a Comment