Catatan Sepakbola
Yudhi Febiana
http://www.bolanews.com/edisi-cetak/ujicoba2.htm
Tanpa APBD dan Pejabat Pemerintah Aktif
Dalam agenda FIFA, pertengahan pekan ini merupakan jadwal uji coba untuk tim nasional. Bagaimana agenda di sepakbola Indonesia? Pekan ini merupakan agenda persiapan klub-klub untuk berkompetisi di Liga Indonesia 2007.
Awalnya LI akan dibuka pada 3 Februari, tapi karena polemik soal penggunaan dana APBD, PSSI mengundurnya menjadi 10 Februari. Menyangkut dana APBD, hati nurani seluruh rakyat di negeri ini pasti sadar bahwa kucuran ratusan miliar rupiah uang rakyat untuk klub-klub tidak tepat.
Klub-klub pun sepantasnya melek dan sadar setelah ada peringatan dari Departemen Dalam Negeri tentang PP No. 58/2005 menyangkut Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah bahwa bantuan sosial, hibah, subsidi tidak boleh diberikan secara terus-menerus kepada satu pihak.
Artinya klub-klub sepakbola yang sudah bertahun-tahun disuapi dana APBD secara hukum tidak boleh lagi menguras uang rakyat. Namun, demi meredakan konflik, pada 30 Januari lalu, Departemen Dalam Negeri mengeluarkan dispensasi melalui surat Nomor 903/187/SJ bahwa klub-klub masih bisa menerima dana hibah dari APBD untuk musim kompetisi 2007.
Meski surat tersebut itu masih bisa menjadi perdebatan, yang pasti dispensasi hanya untuk 2007. Seterusnya, klub-klub dilarang memakai dana APBD, yang hampir tidak pernah dipertanggungjawabkan secara jelas. Jadi, untuk tahun 2008 dan seterusnya, klub-klub mau tidak mau, suka tidak suka, harus mandiri dan berusaha menjadi dewasa dengan mencari duit sendiri.
Tapi, klub-klub akan kesulitan jika tidak didukung dengan perangkat dan aturan kompetisi yang mengarah pada profesionalisme. Yang paling mendasar adalah asosiasi sepakbola dalam hal ini PSSI harus berdiri hanya sekadar regulator demi menjaga kelangsungan kompetisi dan tidak memonopoli pendapatan terutama dari sponsor.
Pos Pendapatan Klub
Ada empat pos utama pendapatan klub, yakni sponsor, tiket, hak siar televisi, dan merchandise. Jadi, kalau keempat pintu pendapatan itu tidak diarahkan kepada klub, bagaimana klub-klub tidak terus kerdil?
1. Sponsor
Ke dapan, PSSI jangan memonopoli sponsor untuk kompetisi liga. Klub-klub harus dibebaskan dalam mendapatkan sponsor, termasuk papan iklan di pinggir stadion. Itu adalah hak utama klub. Bagaimana klub mau kreatif mencari uang jika sponsor dikuasai PSSI? Klub tidak akan bisa mandiri jika dilarang atau dibatasi untuk memperoleh sponsor. Katanya sepakbola merupakan olahraga paling populer di negeri ini. Mestinya bal-balan lebih mudah dijual dan mendapat sponsor dibandingkan basket, bola voli, atau biliar sekalipun, bukan?
2. Tiket
Salah satu pos pendapatan terbesar klub adalah dari penjualan tiket pertandingan. Selama ini calo, bayar satu masuk dua, salam tempel, bahkan mungkin gratis, hingga subsidi tiket untuk suporter bukan cerita baru. Kebiasaan itu harus dihentikan. Klub jangan lagi berpikir stadion yang penting penuh, tapi bagaimana suporter mau datang dengan membayar.
Suporter harus diberi pemahaman dan dididik bahwa mereka pun harus ikut membantu budaya mandiri dengan membeli tiket. Jika pertandingan selalu berjalan fair, suporter dengan sendirinya akan datang dengan membayar tiket. Tapi, kalau liga masih lebih kental tidak fair-nya, siapa pun bakal ogah datang ke stadion. Jangankan membayar, menonton pun malas! Apalagi kalau ribut melulu hingga hasil pertandingan seperti sudah tercium dari jauh-jauh hari sebelumnya.
3. Hak Siar Televisi
PSSI memiliki hak untuk melakukan kesepakatan dengan pihak ketiga dalam hal penjualan hak siar. Tetapi, pendapatan dari hak siar semestinya lebih banyak dialokasikan untuk klub, bukan malah sebagian besar masuk kas asosiasi. Kini PSSI mendapat 10 miliar rupiah per tahun dari penjualan hak siar, tapi yang dikucurkan untuk klub hanya tiga miliar dari 150 pertandingan yang disiarkan dikali 20 juta rupiah per pertandingan. Sisanya 7 miliar?
4. Merchandise
Merchandise alias pernak-pernik klub menjadi salah satu ukuran sukses sebuah klub karena pendapatan dari pos ini bisa sangat besar. Kenapa klub-klub besar Eropa kini banyak yang ekspansi ke Asia? Mereka hanya mau menjual merchandise karena omset penjualan di Asia nilainya puluhan juta dolar!
Kuncinya, klub adalah penguasa tunggal merchandise. Plagiat pasti selalu ada, tetapi justru di sinilah peran klub untuk mendorong pemerintah dan aparat berwajib untuk menjaga hak intelektual mereka. Pemalsu merchandise resmi klub harus diproses secara hukum.
Klub Tanpa Pejabat
Untuk meraih dan mengelola keempat pos tersebut, klub harus dijalankan oleh manajemen yang profesional, diaudit oleh akuntan publik, serta bukan dipimpin pejabat pemerintah aktif karena selalu ada konflik kepentingan. Biarkan klub-klub berbadan hukum perusahaan agar arah dan pertanggungjawabannya jelas. Sekarang bagaimana ketua klub mau melaporkan pertanggungjawaban soal keuangan wong ketua klubnya juga kebanyakan kepala pemerintahan daerahnya masing-masing.
Pemerintah lebih baik membantu dalam hal pengadaan dan perbaikan infrastruktur olahraga, stadion, dan fasilitas-fasilitas lain. Ini yang baru didanai oleh APBD karena bisa dinikmati bukan hanya oleh klub-klub sepakbola. Pemerintah juga harus menjadi pengontrol hukum termasuk dalam penjualan tiket maupun merchandise hingga kontrak pemain karena itu justru akan menghasilkan pajak pendapatan untuk daerah.
Ya, pemerintah daerah semestinya memperoleh pendapatan dari klub-klub, bukan malah mendanai klub. Pendapatan tersebut termasuk dari sewa stadion, kecuali kalau stadion merupakan milik klub. Apakah sekarang klub-klub membayar sewa kepada pemerintah? Kalau stadionnya milik pemerintah, masak sewa wong duitnya juga dari APBD.
Pendapatan lain adalah dari pajak penjualan tiket, pajak penjualan merchandise, hingga pajak pendapatan dan kontrak pemain. Apakah pendapatan para pemain dan kontrak mereka juga dikenai pajak? Lho, uang untuk membayar mereka saja dari pajak yang diperoleh dari rakyat! Masak hasil pajak dikenai pajak? Kayak jeruk makan jeruk!
Yudhi Febiana
http://www.bolanews.com/edisi-cetak/ujicoba2.htm
Tanpa APBD dan Pejabat Pemerintah Aktif
Dalam agenda FIFA, pertengahan pekan ini merupakan jadwal uji coba untuk tim nasional. Bagaimana agenda di sepakbola Indonesia? Pekan ini merupakan agenda persiapan klub-klub untuk berkompetisi di Liga Indonesia 2007.
Awalnya LI akan dibuka pada 3 Februari, tapi karena polemik soal penggunaan dana APBD, PSSI mengundurnya menjadi 10 Februari. Menyangkut dana APBD, hati nurani seluruh rakyat di negeri ini pasti sadar bahwa kucuran ratusan miliar rupiah uang rakyat untuk klub-klub tidak tepat.
Klub-klub pun sepantasnya melek dan sadar setelah ada peringatan dari Departemen Dalam Negeri tentang PP No. 58/2005 menyangkut Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah bahwa bantuan sosial, hibah, subsidi tidak boleh diberikan secara terus-menerus kepada satu pihak.
Artinya klub-klub sepakbola yang sudah bertahun-tahun disuapi dana APBD secara hukum tidak boleh lagi menguras uang rakyat. Namun, demi meredakan konflik, pada 30 Januari lalu, Departemen Dalam Negeri mengeluarkan dispensasi melalui surat Nomor 903/187/SJ bahwa klub-klub masih bisa menerima dana hibah dari APBD untuk musim kompetisi 2007.
Meski surat tersebut itu masih bisa menjadi perdebatan, yang pasti dispensasi hanya untuk 2007. Seterusnya, klub-klub dilarang memakai dana APBD, yang hampir tidak pernah dipertanggungjawabkan secara jelas. Jadi, untuk tahun 2008 dan seterusnya, klub-klub mau tidak mau, suka tidak suka, harus mandiri dan berusaha menjadi dewasa dengan mencari duit sendiri.
Tapi, klub-klub akan kesulitan jika tidak didukung dengan perangkat dan aturan kompetisi yang mengarah pada profesionalisme. Yang paling mendasar adalah asosiasi sepakbola dalam hal ini PSSI harus berdiri hanya sekadar regulator demi menjaga kelangsungan kompetisi dan tidak memonopoli pendapatan terutama dari sponsor.
Pos Pendapatan Klub
Ada empat pos utama pendapatan klub, yakni sponsor, tiket, hak siar televisi, dan merchandise. Jadi, kalau keempat pintu pendapatan itu tidak diarahkan kepada klub, bagaimana klub-klub tidak terus kerdil?
1. Sponsor
Ke dapan, PSSI jangan memonopoli sponsor untuk kompetisi liga. Klub-klub harus dibebaskan dalam mendapatkan sponsor, termasuk papan iklan di pinggir stadion. Itu adalah hak utama klub. Bagaimana klub mau kreatif mencari uang jika sponsor dikuasai PSSI? Klub tidak akan bisa mandiri jika dilarang atau dibatasi untuk memperoleh sponsor. Katanya sepakbola merupakan olahraga paling populer di negeri ini. Mestinya bal-balan lebih mudah dijual dan mendapat sponsor dibandingkan basket, bola voli, atau biliar sekalipun, bukan?
2. Tiket
Salah satu pos pendapatan terbesar klub adalah dari penjualan tiket pertandingan. Selama ini calo, bayar satu masuk dua, salam tempel, bahkan mungkin gratis, hingga subsidi tiket untuk suporter bukan cerita baru. Kebiasaan itu harus dihentikan. Klub jangan lagi berpikir stadion yang penting penuh, tapi bagaimana suporter mau datang dengan membayar.
Suporter harus diberi pemahaman dan dididik bahwa mereka pun harus ikut membantu budaya mandiri dengan membeli tiket. Jika pertandingan selalu berjalan fair, suporter dengan sendirinya akan datang dengan membayar tiket. Tapi, kalau liga masih lebih kental tidak fair-nya, siapa pun bakal ogah datang ke stadion. Jangankan membayar, menonton pun malas! Apalagi kalau ribut melulu hingga hasil pertandingan seperti sudah tercium dari jauh-jauh hari sebelumnya.
3. Hak Siar Televisi
PSSI memiliki hak untuk melakukan kesepakatan dengan pihak ketiga dalam hal penjualan hak siar. Tetapi, pendapatan dari hak siar semestinya lebih banyak dialokasikan untuk klub, bukan malah sebagian besar masuk kas asosiasi. Kini PSSI mendapat 10 miliar rupiah per tahun dari penjualan hak siar, tapi yang dikucurkan untuk klub hanya tiga miliar dari 150 pertandingan yang disiarkan dikali 20 juta rupiah per pertandingan. Sisanya 7 miliar?
4. Merchandise
Merchandise alias pernak-pernik klub menjadi salah satu ukuran sukses sebuah klub karena pendapatan dari pos ini bisa sangat besar. Kenapa klub-klub besar Eropa kini banyak yang ekspansi ke Asia? Mereka hanya mau menjual merchandise karena omset penjualan di Asia nilainya puluhan juta dolar!
Kuncinya, klub adalah penguasa tunggal merchandise. Plagiat pasti selalu ada, tetapi justru di sinilah peran klub untuk mendorong pemerintah dan aparat berwajib untuk menjaga hak intelektual mereka. Pemalsu merchandise resmi klub harus diproses secara hukum.
Klub Tanpa Pejabat
Untuk meraih dan mengelola keempat pos tersebut, klub harus dijalankan oleh manajemen yang profesional, diaudit oleh akuntan publik, serta bukan dipimpin pejabat pemerintah aktif karena selalu ada konflik kepentingan. Biarkan klub-klub berbadan hukum perusahaan agar arah dan pertanggungjawabannya jelas. Sekarang bagaimana ketua klub mau melaporkan pertanggungjawaban soal keuangan wong ketua klubnya juga kebanyakan kepala pemerintahan daerahnya masing-masing.
Pemerintah lebih baik membantu dalam hal pengadaan dan perbaikan infrastruktur olahraga, stadion, dan fasilitas-fasilitas lain. Ini yang baru didanai oleh APBD karena bisa dinikmati bukan hanya oleh klub-klub sepakbola. Pemerintah juga harus menjadi pengontrol hukum termasuk dalam penjualan tiket maupun merchandise hingga kontrak pemain karena itu justru akan menghasilkan pajak pendapatan untuk daerah.
Ya, pemerintah daerah semestinya memperoleh pendapatan dari klub-klub, bukan malah mendanai klub. Pendapatan tersebut termasuk dari sewa stadion, kecuali kalau stadion merupakan milik klub. Apakah sekarang klub-klub membayar sewa kepada pemerintah? Kalau stadionnya milik pemerintah, masak sewa wong duitnya juga dari APBD.
Pendapatan lain adalah dari pajak penjualan tiket, pajak penjualan merchandise, hingga pajak pendapatan dan kontrak pemain. Apakah pendapatan para pemain dan kontrak mereka juga dikenai pajak? Lho, uang untuk membayar mereka saja dari pajak yang diperoleh dari rakyat! Masak hasil pajak dikenai pajak? Kayak jeruk makan jeruk!
0 comments:
Post a Comment